Gagasan
yang umum di abad 19 adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi
berukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada
selamanya. Selain meletakkan dasar berpijak bagi paham materialis, pandangan
ini menolak keberadaan sang Pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta tidak
berawal dan tidak berakhir. Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini
materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan
apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat
penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam
bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.
Mengembangnya
alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa
lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan
menunjukkan bahwa 'titik tunggal' ini yang berisi semua materi alam semesta
haruslah memiliki 'volume nol', dan 'kepadatan tak hingga'. Alam semesta telah
terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini. Ledakan raksasa yang
menandai permulaan alam semesta ini dinamakan 'Big Bang', dan teorinya dikenal
dengan nama tersebut. Perlu dikemukakan bahwa 'volume nol' merupakan pernyataan
teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat
mendefinisikan konsep 'ketiadaan', yang berada di luar batas pemahaman manusia,
hanya dengan menyatakannya sebagai 'titik bervolume nol'. Sebenarnya, 'sebuah
titik tak bervolume' berarti 'ketiadaan'. Demikianlah alam semesta muncul
menjadi ada dari ketiadaan.
Proses
terbentuknya planet bumi tidak dapat dipisahkan dengan sejarah terbentuknya
tata surya. Hal ini dikarenakan bumi merupakan salah satu anggota keluarga
matahari, di samping planet-planet lain, komet, asteroid, dan meteor. Bahkan
para ilmuwan memperkirakan bahwa matahari terbentuk terlebih dahulu, sedangkan
planet-planet masih dalam wujud awan debu dan gas kosmis yang disebut nebula
berputar mengelilingi matahari. Awan, debu, dan gas kosmis tersebut terus
berputar dan akhirnya saling bersatu karena pengaruh gravitasi, kemudian
mengelompok membentuk bulatan-bulatan bola besar yang disebut planet, termasuk
planet bumi.
Filsafat
materialis menawarkan satu saja penjelasan untuk keteraturan dan keseimbangan
yang ada di alam semesta: peristiwa kebetulan. Menurut klaim ini, seluruh alam
semesta terbentuk melalui serangkaian peristiwa kebetulan. Namun, jika kita meneliti alam semesta ini
secara sekilas, kita melihat bahwa klaim ini sungguh tidak benar. Suatu
kebetulan hanya akan menimbulkan kekacauan, padahal di alam semesta ini kita
melihat keteraturan di mana-mana. Keteraturan ini membuktikan kekuasaan Allah
yang abadi, Yang menciptakan alam semesta dari ketiadaan lalu memberinya
bentuk. Ketika menjelajahi alam semesta, kita menemukan banyak contoh
keteraturan. Dunia yang kita tempati ini hanyalah salah satunya. Dengan segala
keistimewaan yang ada padanya, bumi diciptakan dengan keseimbangan yang luar
biasa stabil, yang membuatnya cocok bagi berlangsungnya kehidupan makhluk
hidup.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar